Salam

Assalamu'alaikum....Blog ini hanya ingin berbagi ilmu dan sharing pengetahuan dan informasi bersama.....

Muslim

Keistimewaan Bulan Rojab

Assalamu’alaikum wr.wb.
Bulan rojab yang akan menghampiri kita pada jum’at depan, tanggal 03 Juni 2011, ternyata merupakan salah satu bulan yang amat dimulyakan oleh Allah SWT.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (Q.S. Al-Imron : 133 )
Penjelasan :
Inilah salah satu keterangan dalam Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk menyegerakan bertaubat kepada Allah SWT. Adapun beberapa amaliyah yang bisa menjadikan ampunan Allah SWT sebagaimana yang dimaksudkan dalam Ayat Al-Qur’an diatas menurut para ulama’ ada yang menafsirinya sebagai berikut :
  1. Menurut Ibn Abbas : bersegeralah kalian untuk memeluk Islam. Dalam suatu hadist dari beliau juga disebutkan bahwa maksudnya adalah menyegerakan Taubat
  2. Menurut Ikrimah dan Ali bin Abi Thalib bahwa amal tersebut adalah melakukan setiap kewajiban agama.
  3. Ibu Al-Aliyah mengatakan bahwa maksudnya adalah Segeralah berhijrah ( dalam artian dari kemaksiyatan kepada ketha’atan).
  4. Imam Ad-Dhohak mengatakan bahwa maksudnya adalah Jihad.
  5. Imam Muqithil menafsirinya untuk segera beramal sholihah.
  6. Imam Anas bin Malik menafsiri untuk mensegerakan shalat.
Ayat diatas mengingatkan kita untuk senantiasa memperbarui taubat, karena tanpa disadari setiap bertambahnya waktu kita, belum kita iringi dengan peningkatan kualitas keimanan kepada Allah SWT. Pada bulan rojab inilah kesempatan kita untuk selalu mendekat kepada Allah makin terbuka lebar.
Dalam suatu keterangan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : Sesungguhnya rojab adalah bulan milik Allah, sedang sya’ban adalah bulan milik Rasul-NYA dan Ramadhan adalah bulan umatku”
Diceritakan dari Rasulullah SAW  :  “bahwa barang siapa yang menghidupkan malam pertama bulan rojab(dengan berbagai macam ibadah), maka tidak akan mati hatinya, ketika banyak hati yang mati. Allah akan menyiramkan kebaikan kepada orang tersebut dan ia akan (diampuni dosanya sebagaimana saat) keluar dari rahim ibunya serta ia kelak akan bisa menolong 70.000 ahli keburukan yang akan disiksa di neraka”.
Rasulullah SAW pernah bersabda : “ Ketika aku melakukan mi’raj, ku lihat suatu bengawan yang airnya lebih manis daripada madu, lebik sejuk dari salju, serta lebih wangi dari misik. Lalu aku bertanya kepada Jibril : Untuk siapakan bengawan ini wahai malaikat? Jawabnya : Untuk umat mu yang mau bersholawat kepadamu di bulan rojab.”
Para ulama’ (Majalis al-Anwar) berkata : Sesungguhnya rojab terdiri atas tiga huruf yang sarat makna. Adapun huruf ra’ adalah singkatan dari rahmat Allah yang berarti kasih sayang, sedang jim diambil dari kata jirmun, maksudnya jirmul abdi yang artinya dosa-dosa hamba. Adapun huruf ba’ kepanjangannya adalah birrullah yang artinya pembebasan dari Allah. Jadi seolah-olah di bulan rajab ini Allah mengatakan kepada hamba-NYA : Wahai hamba-hamba-KU, telah KU jadikan dosa-dosa dan kesalahan yang kalian lakukan diantara pembebasan-KU dan kasih sayang-KU. Maka tiada lagi dosa-dosa kalian jika kalian mau menghormati bulan rojab ini(dengan berbagai amal ibadah).
Syekh Abu Muhammad Al-Khalal tentang keutamaan bulan rojab : dari Ibnu Abbas RA berkata bahwa : Berpuasa pada hari pertama di bulan Rojab dapat menghapus dosa tiga tahun lamanya., di hari ke-dua menghapus dosa satu tahun, dan di hari ke tiga menghapus dosa setahun. Kemudian di hari ke empat dan seterusnya dapat menghapus dosa setiap bulan-nya. (Al-Jami’ As Shoghir)
Diceritakan bahwa seorang perempuan ahli ibadah jika datang bulan rojab ia membiasakan dzikir Surat Al-Ikhlash sebanyak 12 kali setiap harinya. Ketika ia sakit, berpesanlah ia pada anaknya supaya jika kelak ia meninggal dikafani dengan pakaian yang selalu ia pakai ketika berdzikir tadi. Ternyata setelah perempuan tadi meninggal, sang anak (karena kesombongan) tidak mau menaati wasiat ibunya. Hingga malam harinya ia bermimpi bertemu ibunya yang berkata kepada sang anak : Wahai anaku, mengapa tidak kau taati wasiyatku, sunnguh aku tidak ridlo atas apa yang kamu lakukan. Kemudian sang anak pun terbangun dan cepat-cepat anak itu menuju kubur ibunya untuk menjalankan wasiyat sang ibu. Namun ternyata mayat sang ibu tidak ada di dalam kubur, dan anak tersebut pun menangis dengan kerasnya. Kemudian anak itu mendengar suara yang berkata : Apakah kamu tidak tahu bahwa orang-orang yang menghormati bulan-KU rojab tidak akan AKU tinggalkan ia sendirian dalam kuburnya (Zubdah al-Fa iziin).
Masih banyak lagi keutamaan-keutamaan yang bisa diperoleh bagi orang-yang mau menghormati bulan rojab dengan berbagai macam bentuk amal ibadah. Oleh karena itu, janganlah kita sia-siakan kesempatan yang hanya datang sekali dalam setahun ini. Sebab belum tentu kita dapat menemui bulan rojab di tahun depan.
Semoga bermanfaat.

Diambil dari kitab Durroh an-naasihiin, fi al wa’dzi wal atsar, Usman ibn hasan ibn as-syakir al-khoubary, Surabaya : Toko Kitab Al-Hidayah, hlm. 39 – 42.
Keterangan tentang keistimewaan yang lainya juga terdapat di Bab 25 tentang keutamaan rojab, hlm. 84 – 88.


Mencari Hidayah Allah
Kata ihdinaa (tunjukkanlah kami) dalam ayat di atas merupakan bentuk kata perintah (fi’lu al-amr) dari kata hadâ-yahdii. Hadâ-yahdii sendiri artinya adalah memberi petunjuk kepada hal-hal yang benar. Kata hidayah merupakan bentuk fi’lu al masdar dari kata ini. Dalam Tafsir Munir karya Dr. Wahbah Az Zuhaily, hidayah ada lima macam. Satu hidayah ke hidayah yang lain bersifat hierarkis, di mana hidayah yang ada di bawahnya akan menyempurnakan hidayah yang ada di atasnya. Jadi semakin ke bawah maka semakin tinggi nilainya. Adapun kelima hidayah tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama, hidayah ilhami. Hidayah ini adalah fitrah yang Allah SWT berikan kepada semua makhluk ciptan-Nya. Contohnya, Allah SWT memberikan hidayah ilhami kepada lebah yang suka hinggap di bunga untuk mengambil saripatinya, dapat membangun sarang yang menurut para ahli adalah desain yang paling sempurna berdasarkan fungsinya. Seorang bayi yang lapar diberi hidayah ilhami oleh Allah SWT untuk menangis dan merengek-rengek pada ibunya agar diberi ASI. Siapakah yang mengajari lebah dan bayi tadi untuk melakukan hal tersebut? Tentunya kita yang beriman kepada Allah SWT akan menjawab: itulah kekuasaan Allah SWT yang telah memberikan hidayah ilhami kepada makhluk-Nya. Semua makhluk yang diciptakan Allah SWT akan menerima hidayah ini. Dalam bahasa kita, hidayah ilhami ini adalah insting, yang merupakan tingkat inteligensi paling rendah.

Kedua, hidayah hawasi. Hidayah hawasi adalah hidayah yang membuat makhluk Allah SWT mampu merespon suatu peristiwa dengan respon yang sesuai. Contohnya adalah, ketika manusia mendapatkan kebahagiaan maka ia akan senang dan jika mendapatkan musibah maka ia akan sedih. Dalam istilah kita, hidayah hawasi ini adalah kemampuan inderawi.

Hidayah hawasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Maka respon yang ditimbulkan dari sebuah peristiwa sangat tergantung dengan lingkungan kita. Jika lingkungan itu normal maka respon kita akan normal. Misalnya, orang yang mendapatkan musibah akan sedih karena lingkungannya mengajarkan untuk merespon peristiwa tersebut dengan bersedih. Di lain tempat dan waktu mungkin saja respon ini berubah karena lingkungannya merespon dengan hal yang berbeda. Maka untuk mendapatkan hidayah hawasi ini kita harus membuat atau mengondisikan agar lingkungan kita normal alamiah.

Ketiga, hidayah aqli (akal). Hidayah akal adalah hidayah yang diberikan khusus pada manusia yang membuatnya bisa berfikir untuk menemukan ilmu dan sekaligus merespon peristiwa dalam kehidupannya dengan respon yang bermanfaat bagi dirinya. Hidayah akal akan bisa kita miliki manakala kita selalu mengambil pelajaran dari segala sesuatu, segala peristiwa, dan seluruh pengalaman hidup kita ataupun orang lain. Allah SWT berfirman:

“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan bagi mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) sebagai pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai wawasan”. (QS. Al-Hasyr [59]: 2).

Yang dimaksud dengan ahli Kitab dalam ayat ini ialah orang-orang Yahudi Bani Nadhir pada masa Nabi Muhammad SAW di Madinah. Merekalah yang mula-mula dikumpulkan untuk diusir keluar dari Madinah karena mereka mengingkari Piagam Madinah.

Ayat ini memerintahkan kita untuk senantiasa mengambil hikmah dan ‘ibroh dari segala kejadian dalam kehidupan ini, dengan harapan kita tidak terjebak pada permasalahan yang sama. Hidayah akal ini akan bekerja dengan ilmu yang diperoleh, dari proses pembelajaran kehidupan yang telah dilakukan, yang kemudian digunakan untuk memilih respon yang terbaik bagi diri di masa mendatang. Semakin banyak kita mengambil pelajaran maka semakin tinggi kualitas hidayah akal kita.

Namun Hidayah akal ini mempunyai keterbatasan dalam menyeragamkan respon terhadap sebuah kejadian untuk seluruh manusia. Ada pepatah “lain ladang, lain pula belalangnya. Lain kepala, lain pula isinya.” Mungkin respon tertentu baik menurut kita, akan tetapi belum tentu baik menurut orang lain. Maka diperlukan sebuah standar untuk menyeragamkan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang hak dan mana yang batil. Jawaban untuk hal ini ada pada tingkatan hidayah selanjutnya.

Keempat, hidayah dien (agama). Hidayah agama adalah sebuah panduan ilahiyah yang membuat manusia mampu membedakan antara yang hak dan yang batil, antara yang baik dan yang buruk. Hidayah agama ini merupakan standard operating procedure (SOP) untuk menjalani kehidupan. Tentunya yang membuatnya adalah yang Maha segala-galanya, yang menciptakan manusia itu sendiri, yaitu Allah SWT. Karena yang Allah SWT tentukan, pastilah itu yang terbaik. Allah SWT berfirman :

”…. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216).

Maka apa saja yang ditentukan oleh agama, pastilah itu yang terbaik untuk kita. Hidayah agama ini bisa kita peroleh manakala kita selalu belajar dan memperdalan agama Islam ini.

Seperti Allah SWT tegaskan dalam Alqur’an:

”Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imran [3]: 79).

Semua orang mampu mempelajari agama ini (Al Qur’an dan As Sunnah), akan tetapi tidak semua orang berkemauan untuk mengamalkan agama ini. Kemauan untuk mengamalkan agama akan berbanding lurus dengan sejauh mana kita bisa manggapai hidayah taufiq.

Kelima, hidayah taufiq. Hidayah taufiq adalah adalah hidayah yang membuat manusia hanya akan menjadikan agama sebagai panduan hidup dalam menjalani kehidupannya. Hidayah taufiq ibarat benih yang Allah SWT semaikan di hati yang tidak hanya bersih dari segala hama penyakit, tetapi juga subur dengan tetesan robbani. Bersih dan suburnya hati akan terlihat dari pohon-pohon kebaikan dan amal yang tumbuh di atasnya. Hanya kesungguhan yang akan membuat kita pantas menerima hidayah taufiq dari Allah SWT. Firman Allah SWT :

”Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut [29]: 69).

Maka tidak ada jalan lain agar kita mendapatkan Hidayah Taufiq Allah SWT, kecuali dengan jalan bersungguh-sungguh dan berjihad untuk menjalankan dan mengamalkan agama yang indah ini.

Penutup

Hidayah Allah SWT memerlukan perjuangan untuk mendapatkannya. Semakin besar perjuangan dan kesungguhan kita, maka insya Allah kita akan semakin mudah mendapatkannya, karena semuanya tergantung kepada usaha kita. Hidayah Allah SWT ibarat sinar matahari yang menyinari seluruh alam ini, dan kita adalah penerima sinar tersebut. Jika kita membuka diri dengan hati yang bersih maka kita akan mudah untuk mendapatkan sinar hidayah Allah SWT. Tapi jika kita menutupi hati dan diri kita dengan kotoran dan hama penyakit hati maka kita akan sulit untuk mendapatkan sinar hidayah-Nya.

Wallahu a’lam.

 MEMBANGUN JIWA-JIWA IBRAHIM

Oleh : Achmad Nurur Huda, S.Pd.I
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam" (Q.S Al Baqarah: 131).
Bulan ini (Dzulhijjah) merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima, yakni melaksanakan ibadah Haji. Ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.
Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
Pada saat itu pula (mulai tanggal 10 Dzulhijah hingga tanggal 13 Dzulhijjah) Allah memerintahkan kepada ummat Islam untuk melaksanakan ibadah kurban sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Terutama adalah nikmat yang berupa agama dengan dua ajaran pokoknya yaitu: tauhid yang terformulasikan dalam kalimat la illaha ilallah dan beribadah kepadaNya dengan penuh keikhlasan.
Tentang ajaran Tauhid dan beribadah kepada Allah, ketika dikaitkan dengan hari raya Idul Kurban, maka akan terlintas dalam benak tentang kisah seorang utusan Allah yang memberikan contoh sangat jelas mengenai ajaran Tauhid dan bagaimana beribadah kepada Allah SWT yaitu Ibrahim AS yang mendapatkan gelar sebagai Kholilullah (Kekasih Allah).
Nabi Ibrahim as. dilahirkan ditengah-tengah masyarakat yang penuh kemusyrikan dan kekufuran. Menurut Al Qur'an nama ayahnya adalah Azar dan didalam bahasa kitab Taurat namanya Taroh bin Tanur bin Siruj bin Sam bin Nuh as. Pada zaman itu telah bertahta seorang raja yang zalim dan suka bertindak semena-mena, namanya raja Namrudz yang mengaku menjadi Tuhan. Dia beserta seluruh rakyatnya menyembah berhala, termasuk ayah Nabi Ibrahim sendiri yang juga ahli dalam membuat patung yang sangat disukai oleh raja Namrudz.
Semenjak kecil beliau terbebas dari kemusyrikan bapak dan kaumnya. Ibrahim menjadi seorang yang hanif dan imam bagi manusia (An-Nahl: 120-121). Dan Ibrahim sangat bersemangat untuk mendakwahi bapaknya dan kaumnya agar hanya menyembah Allah saja. Ini adalah sunnah dakwah bahwa yang pertama kali harus didakwahi adalah orang tua dan keluarga, kemudian kaum dan penguasa.
Nabi Ibrahim juga memperoleh gelar sebagai ulul azmi yakni Nabi dan Rasul yang mendapatkan ujian yang berat dari Allah SWT. Dalam hal ini Ibnu Abbas berkata: “Belum ada para nabi yang mendapatkan ujian dalam agama kemudian menegakkannya dengan sempurna melebihi Ibrahim as.” Ujian yang dilaksanakan Ibrahim a.s, di antaranya adalah manasik atau ibadah haji; kebersihan, lima pada bagian kepala dan lima pada tubuh. Lima di bagian kepala yaitu mencukur rambut, berkumur, membersihkan hidung, siwak, dan membersihkan rambut. Lima pada bagian tubuh yaitu menggunting kuku, mencukur rambut bagian kemaluan, khitan, mencabut rambut ketiak, dan istinja.
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas mengatakan, ”Kalimat atau tugas yang dilaksanakan dengan sempurna yaitu meninggalkan kaumnya ketika mereka menyembah berhala, membantah keyakinan raja Namrud, bersabar ketika dilemparkan ke dalam api yang sangat panas, hijrah meninggalkan tanah airnya, menjamu tamunya dengan baik, dan bersabar ketika diperintah menyembelih putranya.
Allah SWT menghormati Ibrahim dengan penghormatan yang khusus. Allah SWT menjadikan agamanya sebagai agama tauhid yang murni dan suci dari berbagai kotoran, dan Dia menjadikan akal sebagai alat penting dalam menilai kebenaran bagi orang-orang yang mengikuti agama-Nya. Allah SWT berfirman:
"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar ter­masuk orang yang saleh." (QS. al-Baqarah: 130)
Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an-Nahl: 120
)
Termasuk keutamaan Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Ibrahim adalah, Dia menjadikannya sebagai imam bagi manusia dan menganugrahkan pada keturunannya kenabian dan penerimaan kitab (wahyu). Oleh karena itu, kita dapati bahwa setiap nabi setelah Nabi Ibrahim as adalah anak-anak dan cucu-cucunya. Ini semua merupakan bukti janji Allah SWT kepadanya, di mana Dia tidak mengutus seorang nabi kecuali datang dari keturunannya. Demikian juga kedatangan nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw, adalah sebagai wujud dari terkabulnya doa Nabi Ibrahim yang diucapkannya kepada Allah SWT di mana ia meminta agar diutus di tengah-tengah kaum yang umi seorang rasul dari mereka.
Keunikan Nabi Ibrahim Dalam Menemukan Tuhan
Dalam mencari Tuhan Ibrahim mengadakan pengamatan (observasi) terhadap fenomena alam dengan fokus bintang, bulan dan matahari. Karena ketiga hal itu, secara umum mempunyai nilai strategis, yang oleh masyarakat sering dijadikan simbol-simbol keindahan dan kebesaran di samping tanda-tanda keberhasilan dan kesialan, sehingga sering pula dikultuskan dan disembah. Semua itu dipatahkan oleh Nabi Ibrahim, mereka (bulan, bintang dan matahari) bukan sebagai Tuhan. Tuhan yang sebenarnya adalah pencipta dan pengendali benda-benda tersebut. Asalanya sederhana, karena cahaya lenyap. Sedang cahaya itulah yang sementara ini dijadikan masyarakat sebagai dasar pengkultusan. Maka Ibrahim kemudian mengatakan kepada kaumnya,“Aku tidak suka yang lenyak“ seperti dalam firman Allah berikut:
’’Ketika malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat." (Q.S Al An’am: 76-77).
Keyakinan Ibrahim terhadap wujud dan keesaan Allah dilanjutkan dengan pengenalan atas kekuasaanNya. Dan itupun ditempuh dengan penalaran dan pembuktian, tidak sekedar teori, sehingga Ibrahim bisa dikatakan sebagai seorang “ilmuwan“ dan ’Cendikia“ yang dalam Al Qur’an orang-orang tersebut dikenal dengan ulul albab.
Pembelaan Ibrahim Terhadap Tauhid
Dari observasi yang dilakukan Ibrahim, ia berkesimpulan bahwa ’tuhan itu ada’ dan ’Tuhan itu satu’, yang kemudian dikenal dengan tauhid, sehingga Nabi Ibrahim dikenal dengan gelar bapak Tauhid. Sebagai bapak Tauhid, ketauhidan itu benar-benar dipertahankan dan dibela dengan seluruh kekuatan yang dimiliki, Moril maupun materil. Tuhan yang esa itu kemudian diberi nama Allah yang berasal dari kata alaha-ya’luhu-ilah yang berarti penyembahan atau sesembahan. Sehingga Allah itu lah satu-satunya Dzat yang harus disembah, yaitu dengan cara diagungkan (ta’zhim), dijadikan tumpuan harapan (raja) dan yang ditakuti (khauf). Karena itu pengikraran seseorang terhadap tuhan Allah ini harus berbunyi la ilaha illaha. Karena kata Allah di sini sudah menjadi nama (dalam ilmu mantiq disebut manqul), yang berarti: tiada sesembahan selain Allah .h
Tantangan yang dihadapi Ibrahim sangat berat: dia selalu dicurigai, disiksa dan dikucilkan dari negerinya dan keluarganya dengan persetujuan ayah kandungnya sendiri. Siksa yang paling berat adalah dia dilempar ke dalam api unggun. Namun api yang bertabiat membakar itu, ternyata kalah dengan sejuknya tauhid. Ditengah-tengah gugusan api itu terdengar suara halus, ya nar, kuunii bardan wa salaman alal Ibarhim, wahai api dinginlah engkau dan jadilah penyelamat bagi Ibrahim.
Menjadi Imam Manusia
Untuk menjadi imam (pemimpin) setidaknya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Badan sehat (basthah fi al jism)
2. Penguasaan ilmu yang cukup, terutama ilmu yang sesuai dengan bidangnya (basthah fi ilm).
3. Keagamaan yang kuat, sebagai arah seluruh kebijakannya, sehingga kepemimpinanya akan selalu mendapat ridha Allah.
Kurang dari persyaratan tersebut tidak layak seorang diangkat menjadi pemimpin umat. Karena itu, ketika Ibrahim bertanya: „au min dzuriyyatii?“, apakah kepemimpinan itu harus/boleh dari anak cucuku?“ jawab Allah:“ La yanaalu abdii aldhalimiin’, janjiKu tentang kepemimpinan itu tidak berlaku bagi orang-orang Dzalim. Orang yang zhalim adalah orang yang mengabaikan syari’ah Allah.
Nabi Ibrahim telah memenuhi seluruh syarat di atas, maka layak kalau dia dinobatkan sebagai pemimpin umat manusia dan sekaligus sebagai uswah hasanah bagi umat muslim. Karena kepemimpinanya dilandasi dengan ketauhidan yang kokoh. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami Hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan Hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan Hanya kepada Engkaulah kami kembali." (Q.S Al Mumtahanah: 4)
Dengan memperhatikan urain di atas, maka sangat tepat momentum kali ini, yakni bulan Dzulhijah yang merupakan bulan haram (bulan yang dimuliakan Allah) sebagai waktu untuk melihat kembali perjalanan hidup Nabi Allah Ibrahim AS, meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari. Beliau telah mengajarkan kepada umat manusia bagaimana menemukan dan mengenal Tuhan yang benar, menauhidkan secara benar dengan akal penalaran bukan sekedar ikut-ikutan belaka. Beliau juga mengajarkan bagaimana memperjuangkan dan mempertahankan prinsip tauhid dalam kehidupan sehari-hari serta menerapkannya dalam konsep kepemimpinan.
Nabi Ibrahim mengajarkan agar manusia hanya menyerahkan dan menundukan dirinya pada satu Tuhan yaitu Allah, Rabb pencipta dan pemelihara alam semesta. Menjadikan Tauhid sebagai dasar dan landasan kehidupan bagi seorang muslim, sehingga ketika hidup manusia ini telah berlandaskan tauhid dengan benar, akan memperoleh keridhoan Allah SWT. Wallahu a’lam bi showab.